Entah Dimanakah Kita? 21.07

Oleh : Dikdik Andhika Ramdhan

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Sungguh, ada rasa takut yang menelusup kedalam jiwa ini. Ada rasa gentar yang merasuk kedalam dada ini. Entah, mungkin ini lebih dari hanya sebuah peringatan yang memang begitu indah dari-Nya untuk diri ini. Ketika nafas tak lagi bisa berhembus, ketika nadi tak lagi bisa berdenyut, ketika jantung tak lagi bisa berdetak, ketika semuanya satu persatu terlepas dari raga ini, maka tinggalah diri ini menghadap satu lagi kuasa-Nya dan berpindah menuju satu babak baru dalam barzah-Nya.

Setidaknya ada beberapa hal yang menyadarkan diri di hari ini, ternyata kita begitu lemah dalam kemahaan-Nya. Pagi, ketika matahari belum menampakkan diri, Izrail telah lebih dulu menunaikan tugasnya. Memanggil kembali seorang istri dari seorang guru kami, begitu banyak orang berbondong-bondong untuk melayat dan melepas kepergiannya, mulai dari rakyat jelata, hingga para penguasa. Beberapa jam berselang, sebuah kecelakaan tragis menimpa seorang karyawan yang hendak memarkir mobilnya, hingga ia menemui akhir hayatnya dan mobilnya hancur, remuk jatuh dari lantai delapan sebuah menara. Orang-orangpun berbondong mendatanginya, setidaknya mungkin untuk memastikan bahwa yang terkena musibah itu bukan bagian dari keluarga dekat mereka. Lalu, beberapa waktu yang lalu, masih hangat dalam ingatan, ketika seorang kakek terbujur kaku setelah meregang ajal di sebuah ruang kumuh ditepi sebuah rel kereta api. Tak ada yang peduli padanya, jangankan sanak saudara, mereka yang datangpun hanya bisa menutup hidungnya lalu berlalu begitu saja.

Andaikan ada satu diantara kita yang mampu mengetahui kapan usainya batas kisah kita di dunia yang fana ini, mungkin kita akan sebaik-baiknya bersiap ketika nanti di satu masa Izrail menampakkan dirinya. Namun, itulah kuasa Alloh, semua rahasia-Nya hanya tercatat dalam lembaran demi lembaran lauh mahfuz, yang tak seorang hamba-pun mengetahui dari isinya.

Dan baik ataupun tidak akhir kisah dari kehidupan yang diamanahkannya itu pada diri ini, ternyata juga ada satu benang merah dengan apa yang telah kita perbuat dalam menjalaninya. Memang benar, Alloh maha kuasa untuk menunjukkan berjuta kehendaknya. Kapanpun itu, entah di duniakah atau di akhiratkah nanti. Namun yang jelas, sebagai satu peringatan bagi hamba-hamba lainnya, tak jarang Ia tampakkan kuasanya dalam menutup rangkaian episode seorang hamba.

Ada yang kini menyeruak dalam dada ini, sebuah tanya, sebuah tanya yang tak seorangpun tahu akan apa jawabnya. Satu hal yang akan selalu menjadi sebuah renungan bagi diri-diri yang sedikit mau bermuhasabah akan segala tindak dan tapak dirinya selama mengarungi perjalanan panjang kehidupan ini.

Entahlah, dimanakah nanti kita melepaskannya nyawa ini? kapankah itu? atau mungkin sedang apakah itu? bersama siapa saat itu? Semua hanya terkumpul menjadi satu, dalam sebuah balut tanya, yang tak sedikitpun terbuka celah daripadanya. Wallahu'alam.

Sungguh, begitu berat dada ini, setiap kali kita mencoba merasakan kembali saat-saat dimana nanti harus rela berpisah dengan mereka orang-orang yang kita sayangi. Begitu sesak nafas ini setiap kali kita mencoba merasakan saat-saat dimana kini kita begitu asyik berada dalam satu arena. Yang padahal arena tersebut hanyalah sebuah fatamorgana, yang setiap waktu dapat hilang dan kembali terang.

Mungkin memang benar. Satu waktu, perlu kita pergi, mencoba menyendiri. Dan lari dari beribu, berjuta bahkan bermilyar agenda yang senantiasa menghiasi ruang gerak dan langkah hidup ini. Pergi menuju sebuah tanah lapang, dimana disana hanya berdiri pasok-pasok bambu dan kayu bertuliskan nama. Dan duduk bersila, untuk sejenak melepas dan mencoba mencari dimanakah kini orang-orang hebat itu berada? Orang-orang hebat yang dulu pernah ada dengan segala ketenarannya, orang-orang hebat yang dulu pernah ada dengan segala kepintarannya, orang-orang hebat yang dulu pernah ada dengan segala kesibukannya.

Yang jelas, siapapun kita, kini ataupun nanti, cepat ataupun lambat ketika waktu berlalu hanyalah akan meninggalkan sebuah nama beserta seonggok jasad kaku, yang perlahan menjadi santapan binatang tanah. Yang mungkin jika kita sedikit bisa berbuat bagi orang lain, akan menjadikan satu kehilangan yang teramat sangat akan keberadaan kita bagi mereka. Hingga derasnya tangis tak mungkin dapat terbendung dalam hati sanubarinya.

Wallahu'alam bish-shawab.

0 komentar: